07 April 2011

Pensiangan


















Sendirian di bumi hijau ini apakah yang bisa kuceritakan,
Selain sebuah kekaguman menatap agung ciptaan Ilahi
Damai yang mengalir menembusi setiap hembus nafas
Tenang membanjiri sukma saat kubersujud
Lalu gerimis hati menghantar syukur jauh ke riba pohon doa.

Ya Illahi,
Terima kasih kerana mengirim aku ke daerah paling tenang ini
Daerah di mana aku bisa mendengar gemersik alun sang bayu
Sayup-sayup ia berlari dari satu pepohon dan menggugurkan reranting tua
Gemersik reranting itu pun bisa tertangkap oleh telinga
Alangkah takjubnya melihat anugerahMu
Ya Rabbi, saat desir angin berhembus lembut sesekali kencang
Masa seolah terhenti melihat dedaun mati berguguran menampar rambutku
Lalu dengan kaki yang sengaja kubiar telanjang
Seperti pari-pari, aku berlari mengejar dedaun itu
Alangkah syahdu mengkagumi pemberianMu

Ya Rabbi, ketika malam yang menyulam kegelapan
Dari serambi teratak tua ini aku merenung jauh ke dada langit
Kutatap langit itu dengan rintik airmata yang mengalir
Seolah ada selembar surat cinta dari kekasih
Dan purnama yang indah itu perlahan-lahan menguak dada langit
Keluar dari kelambu persembunyian menyapa aku dengan senyum
Seolah purnama itu berkata
Aku datang kepadamu membawa jelita malam
Yang diciptakan oleh Tuhanku dan Tuhanmu
Lalu masihkan kau tidak bersyukur atas nikmat dan kesempatan
Dan mensyukuri sebuah keberuntungan

Subahanallah, kubiar mataku tertancap di dada langit
Alangkah indahnya purnama yang Kau kirim lewat serambiku ini
Cahayanya membias di antara lereng dan perbukitan
Menyulam di celah-celah pohon-pohon belantara
Sesekali kulihat kabus putih berarak menjadikan ciptaanMu begitu sempurna
Meninggalkan jejak sang bayang-bayang
Tanpa sedar aku sudah berlari di dada asfal
Membiar purnama menyimbah susuk tubuh yang pasti akan pulang ke halaman abadi
Dan aku pasti tidak lupa bercerita tentang rintik hujan yang indah itu
Derunya menggugurkan airmata mentamsilkan gendang si atap tua
Sekejap kuat dan sebentar perlahan menimbulkan keasyikan
Lalu bukit hijau yang selalu kurenung lewat jendela itu pun
Perlahan-lahan hilang ditelan kabus tebal yang berselirat seperti sutera
Bergumpal bersama awan-gemawan yang berarak agung
Alangkah halusnya ciptaanMu Ya Illahi

Begitulah yang sempat kuceritakan tentang indahnya daerah ini
Padahal dulu saat dikirim disini aku seolah menyalahkan takdir
Tapi rupanya Dia mengirim aku kemari
Kerana Dia tahu banyak cerita yang bisa kuhikayatkan
Dan benarlah bahawa cintaku telah mula berputik ranum
Mekar sepertu bunga-bunga hutan yang menyeri laman

"Terima kasih Ya Rabbi yang mengirim hamba di Pensiangan ini.."




Tentang Kami












Masa Yang Pergi Tak Akan Pernah Bisa Terganti


Masa bergulir bersama puing-puing waktu

Merembes antara cahaya kini dan masa silam

Tinggal kita terkaku menatap jejak-jejak kaki yang sudah jauh meninggalkan

Kenangan demi kenangan yang utuh mendewasakan

Kita semakin matang oleh usia dan kedewasaan.

Masihkah kalian ingat rumah buruk kita itu

Berdinding bambu beratap langit menceritakan kegetiran

Rumah yang kita bangun dengan kasih sayang dan kecintaan

Dari serambi yang hampir sujud ke bumi

Kita meneropong sebatang jalan tua melihat manusia lalu-lalang

Dan kekadang kita tertangkap tikaman penghinaan yang di lemparkan.


Atau kekadang dari jendela yang menghadap ke laman

Kita biar ia mendada terbuka luas menangkap angin panas

Sesekali burung-burung sesat mematikan lamun panjang

Dan kita berlari mengejar makhluk Tuhan yang cantik itu

Dan papa akan marah-marah kerana rumah kita condong dan bergoyang.


Masihkah kalian ingat dapur kayu kita yang berjelaga itu

Dapur kayu yang menghidupkan kita dari manusia kepada manusia sebenar

Di ruang itu aroma pucuk ubi kayu bukan suatu yang asing

Aroma kopi tenom yang mama pangang dan giling sendiri dengan kasihnya

Dan saat santap penuh redha bapa akan mengetuai bacaan doa.


Lalu masihkah kalian ingat apa yang kita perbuat selepas santap

Kita akan buru-buru duduk di keliling dua orang insan istimewa

Pada mereka kita tumpahkan kasih dan manja

Dan mereka akan mengulang cerita-cerita seperti semalam

Tentang cerita zaman perang yang ditempuh mereka

Tentang cerita hikayat raja miskin di buang di dinding angin

Ayam raja jawatan atau hikayat si anak-anak

Dan kita bersorak riang bertepuk tangan

Al-Fatihah buat Aki dan Odu kita yang telah pergi selamanya.


Sebatang sungai tenang yang mengalir dingin di belakang rumah

Di tepiannya tumbuh sepohon limau gajah dan jambu air berwarna merah

Di situlah tempat kita bersiram

Sambil menangkap anak-anak ikan yang berenang riang

Dan sampai suatu musim kita beramai-ramai mengharung sungai itu

Dengan tangguk dan jala mencari hadiah dari Tuhan

Buat santapan istimewa pabila malam menjelang.














Dan aku tidak akan lupa bercerita tentang permatang dan sawah

Yang kian tahun menghidupkan kita dari keringat dan jerih payah

Kita selusuri permatang panjang

Kekadang ulat gonggok menyapa bertanya kabar si petani muda

Dan berudu kecil comel bermain di antara jemari tak pernah kita rasa geli.

Aduhai alangkah pahitnya zaman itu

Alangkah peritnya menghayun tenggala

Dalam terik mentari kita gagahi juga menanam benih-benih hari esok

Kerana saat itu perjuangan kita baru sahaja bermula.

Aduhai kalian, masihkah teringat di kepala juga di minda

Pondok usang kita di tepian sawah yang papa bina tempat melepas lelah

Dari serambinya

Kita selalu menerobong petak bendang jiran yang menyubur harapan

Dan kita bandingkan dengan yang menjadi milik kita

Selalu kita tersenyum puas menanam keyakinan.


Dan saat satu-satu antara kita pergi meninggalkan kampung halaman

Mengejar cita-cita demi sebuah pembaharuan dan keberanian untuk hidup

Mereka tidak pernah meyakini kemampuan kita

Tetapi yakin itu tertanam dalam jiwa para pencari kejayaan

Yang tidak kenal putus asa tetap tegar melangkah

Meski zaman persekolahan di tempuh pahit

Kita telah menjadi kita yang selalu melangkah yakin dan berani.


Aduhai kalian

Waktu semalam yang menyakitkan itu

Tak akan pernah bisa terbeli dan terganti

Ia adalah kenangan yang akan kita seret menuju sebuah keabadian

Dan aku ingin menjadi si tukang pencerita

Yang akan selalu berhikayat tentang kisah kita

Aku ingin selalu berpesan-pesan

Agar kalian mengingati untuk sampai ke tahap sekarang

Kita telah melalui cerancang-cerancang tajam dan sembilu yang menyakitkan

Jesteru jika ada pun luka yang kita tempuhi diperjalanan sematang ini

Kembalilah mengingati ujian itu bukan apa-apa berbanding semalam.


Kalian

Kelmarin yang terhadiah itu sebenarnya adalah anugerah

Yang memanusiakan kita

Dan aku berbahagia menikmati detik itu bersama perajurit-perajurit berani

Hadir kalian tidak akan pernah bisa terganti

Meski Tangan Tuhan bakal memisahkan kita antara duniawi dan ukhrawi

Siapa pun yang pergi dan ditinggalkan

Semoga detik itu bisa kita lalui

Dan sesungguhnya yang tertinggal adalah kenangan sezaman.

Kalian ....... Aku Selalu Dan Terlalu Sayang.

06 April 2011

Menyatu Dengan Alam












Terabadi : JENTAYU PUTIH


Detik itu sengaja ku biar diriku menyatu denganmu alam

Lalu kau sambut jabat tanganku dengan kasih mesra

Dan kau belai jiwaku lewat panorama yang kau kirim ke pancaindera

Kita pun terus bercerita tentang kekasih dan hari-hari depan

Masihkah punya waktu buat kita berpimpin tangan melewati tembok batu itu.


Dan ketika aku ceritakan tentang segugus angan-angan,

Kau tersenyum lewat tiupan bayu yang kau hantar di sebalik pepohonan

Kau tahu hatiku lagi rawan hampir di mamah kecundang

Dan bisikmu aku harus bangun dari kamar nestapa

Seperti mu juga yang kekar berdiri di tengah ceracak pembangunan.


Meski ada duka di perjalanan ini

Meski dia mungkin tak mengerti apa-apa

Meski Jentayu Putih memilih sebuah bungkam panjang

Aku tetap bakal melangkah dengan yakin dan riang

Membelah awan kabut.


Aduhai,

Ternyata aku telah menemui diriku yang hilang

Dan sayap cintaku yang patah mengepak kembali

Semuanya terubat saat jiwa menyatu dengan alam.